Warga Negara Indonesia (WNI) Di Riyadh Ikuti Dialog Pencegahan Terorisme Di KBRI
Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan KBRI Riyadh, pada Selasa
malam, 19 April 2016 telah menyelenggarakan acara "Dialog Pencegahan Paham Terorisme dan ISIS dengan WNI di Arab Saudi
" bertempat di aula serbaguna
KBRI Riyadh
Acara
dialog dihadiri oleh sekitar 100 WNI yang merupakan perwakilan dari berbagai
organisasi masyarakat Indonesia yang ada di Riyadh, mahasiswa dan pelajar serta
pejabat dan staf KBRI Riyadh.
Wakil
Kepala Perwakilan RI (Wakeppri) Riyadh, Sunarko dalam sambutan pembuka,
pertama-tama menyampaikan ucapan terima kasih kepada hadirin dan sangat
mengapresiasi penyelenggaraan acara dialog dimaksud.
"KBRI
Riyadh mengapresiasi kehadiran para WNI dalam acara dialog ini, dan tentunya
berterima kasih kepada BNPT yang setiap tahun hadir untuk memberikan pencerahan
terkait perkembangan pencegahan terorisme yang selama ini dilakukan Pemerintah
Indonesia, "kata Sunarko.
Menurutnya,
isu pencegahan terorisme sangat penting diketahui oleh WNI yang ada di Arab
Saudi, karena akan sangat berbahaya jika terdapat WNI yang terpengaruh oleh
paham-paham radikalisme yang mengarah kepada aksi terorisme.
Sunarko
menegaskan bahwa pencegahan terorisme merupakan kewajiban dan tanggungjawab
bersama. Karenanya KBRI bersama masyarakat Indonesia di Arab Saudi sebagai
salah satu elemen bangsa, selalu siap untuk mendukung program-progam pencegahan
terorisme yang digalakkan BNPT dan siap bersinergi dalam mencegah tumbuhnya
benih-benih radikalisme di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di Riyadh.
Di
akhir sambutannya, Sunarko meminta perwakilan masyarakat yang hadir untuk turut
meneruskan pengetahuan yang mereka dapatkan dari acara dialog ini kepada
rekan-rekan WNI lainnya yang belum memiliki kesempatan untuk hadir.
Sementara
itu, Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen
Abdul Rahman Kadir dalam sambutannya menyampaikan terima kasihnya kepada Dubes
RI Riyadh dan jajaran yang telah menfasilitasi penyelenggaraan acara dialog.
Abdul
Rahman menjelaskan, nanti dirinya akan menyampaikan presentasi secara umum
tentang apa itu lembaga BNPT dan tugas pokok serta fungsinya.
Menurutnya,
"jangankan di Riyadh Arab Saudi, di Indonesia saja masih banyak masyarakat
yang belum mengenal apa itu BNPT."
Abdul
Rahman melanjutkan bahwa setelah dirinya menyampaikan presentasi, penjelasan
lebih detail tentang pencegahan terorisme dan program deradikalisasi akan
disampaikan oleh pemateri lain, yaitu Brigjen Polisi H. Hamidin. (A2F).
WNI Di Riyadh
Ikuti Dialog Pencegahan Terorisme (2)
Deputi
I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Abdul Rahman
Kadir dalam paparannya pada acara "Dialog Pencegahan Paham Terorisme dan
ISIS dengan WNI di Arab Saudi" di KBRI Riyadh (19/4) mengatakan bahwa
ancaman terorisme di Indonesia sampai saat ini masih ada dan harus diwaspadai
bersama.
"Upaya
pencegahan terorisme di Indonesia, selama ini masih dihadapkan pada berbagai
tantangan yang tidak mudah untuk di atasi. Salah satunya karena masih aktifnya
jaringan Santoso dan terus menyebarnya paham radikalisme di berbagai daerah di
Indonesia, serta masuknya pengaruh ISIS ke Indonesia dan pemanfaatan teknologi
informasi dan telekomunikasi oleh kelompok-kelompok teroris, "jelas Abdul
Rahman Kadir.
Menurutnya,
perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi dimanfaatkan betul oleh
kelompok teroris untuk menyebarkan paham-paham radikalisme yang mereka anut
dengan berbagai content yang menarik dan tampilan yang canggih, sehingga banyak
masyarakat terutama kalangan muda yang terpengaruh oleh ajakan mereka, dan
salah satunya menumbuhkan apa yang disebut dengan self radicalization.
Upaya
BNPT dalam menghadapi propaganda kelompok teroris misalnya dengan melakukan
kontra narasi terhadap konten yang mereka tampilkan juga tidak selalu berhasil.
Karenanya, BNPT sangat memerlukan dukungan masyarakat dari semua lapisan,
terutama tokoh-tokoh agama dalam meluruskan paham-paham menyimpang yang dianut
para pengikut kelompok teroris, selain dengan terus mengembangkan program
deradikalisasi yang dijalankan BNPT bagi para mantan teroris dan mantan napi
teroris.
Sementara
itu, Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. H. Hamidin dalam paparannya yang
berjudul "Penyebaran Terorisme dan Paham ISIS dan Penanganannya di
Indonesia", antara lain menjelaskan secara detail tentang bagaimana proses
radikalisasi terjadi pada diri seorang teroris di Indonesia.
Disebutkan
bahwa secara garis besar proses seseorang menjadi radikal melalui 4 (empat)
tahapan yaitu pra radikalisasi, identifikasi, indoktrinisasi dan jihadisasi.
Tahap pertama, antara lain terjadi karena dia mendapatkan pengajaran dan
pemahaman yang salah atas penafsiran ajaran agama, baik yang didapatkan melalui
seorang guru maupun belajar autodidak. Misalnya terkait dengan isu-isu
penegakan syariah Islam, kondisi umat Islam di tingkat lokal dan global yang
harus dibela hingga pengkafiran semua orang di luar kelompoknya,.
Selain
itu, proses radikalisasi juga terjadi karena adanya motivasi yang mendorong
seseorang untuk bersikap radikal dalam menyikapi kondisi yang tidak sesuai dengan
pandangan dan keinginannya.
Hamidin
menjelaskan, "Diantara motif yang mendorong seseorang menjadi radikal
antara lain dari sisi faktor internasional adalah: ketidakadilan global,
politik luar negeri yang arogan, penjajahan (imperialism, neo-kolonialisme,
neo-liberalism) dan lain-lain. Sementara dari faktor domestik: persepsi
ketidakadilan, kesejahteraan, pendidikan, kekecewaan terhadap Pemerintah dan
keinginan balas dendam. Disamping itu ada juga dari faktor kultural, antara
lain karena dimotivasi oleh pemahaman agama yang dangkal dan penafsiran kitab
suci yang sempit dan leksikal."
Hamidin
lebih lanjut menjelaskan tentang peran media, baik media sosial maupun sosial
media dalam proses radikalisasi. Menurutnya, media sekarang lebih banyak
melakukan glorifikasi terhadap kejadian tertentu khususnya terkait terorisme,
yang justru membuat sebagian orang untuk semakin tertarik bergabung dalam
kelompok teroris.
Menurutnya,
tantangan terorisme selalu ada dari jaman ke jaman dalam bentuk yang beragam
dan ditangani dengan pendekatan yang beragam pula. Pada era reformasi, kejadian
teror justeru semakin masif dan marak dan hal tersebut antara lain yang
mendorong kelahiran BNPT untuk menyempurnakan pendekatan penindakan dengan
pendekatan pencegahan, atau pendekatan lunak (deradikalisasi).
"Dalam
penanggulangan terorisme, semua pendekatan harus diambil, baik itu melalui
penindakan dan penguatan aturan hukum, maupun dengan cara-cara lunak atau
deradikalisasi. Dalam proses deradikalisasi, Media memiliki peran penting dalam
mengedukasi masyarakat, "tegasnya sambil mengakhiri presentasinya.
Dalam
sesi tanya jawab yang dibuka setelah presentasi, hadirin dengan antusias
menanyakan berbagai hal terkait terorisme di Indonesia dan upaya pencegahannya.
Diantara pertanyaan yang muncul adalah terkait PKI, dimana ditanyakan apakah
PKI tidak termasuk kategori terorisme? Pertanyaan lain, apakah terorisme hanya
identik dengan kelompok muslim?
Atas
pertanyaan tersebut, pemateri telah menjelaskan bahwa isu komunisme bukan
ranahnya BNPT. Sementara tentang kaitannya Islam dengan terorisme, ditegaskan
bahwa terorisme tidak identik dengan Islam dan Islam sama sekali bukan agama
pengusung kekerasan. Justeru Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin
(rahmat bagi semesta alam). Kelompok radikalis yang kebetulan beragama Islam
dan melakukan aksi kekerasan, sesungguhnya mereka telah membajak ajaran Islam
sesuai pemahaman mereka yang salah dan menyimpang, lalu mengklaim diri mereka
sebagai representative Islam yang sesungguhnya, sementara ummat Islam di luar
kelompok mereka adalah kafir. BNPT sendiri pernah menangani 15 orang pelaku
teroris yang bukan beragama Islam. Dan bedanya dengan yang muslim, rata-rata
teroris non muslim ketika melakukan teror tidak membawa nama agama.
Selain
pertanyaan, hadirin juga ada yang memberikan sumbangsih saran yaitu terkait
revisi UU Nomor 15 tahun 2003 yang masuk prolegnas, dimana disarankan agar
pasal-pasal yang ada di dalamnya tidak melanggar HAM. Selain itu, disarankan
juga agar program pencegahan terorisme dilakukan sejak dini mulai dari
anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah setingkat SMA. BNPT juga
disarankan agar meningkatkan kerja samanya dengan Kementerian Komunikasi dan
Informatika dalam memblock situs-situs penganjur paham radikalisme yang banyak
tersebar di internet.
Acara
Dialog yang dimulai sejak pukul 20.00 tersebut ditutup pada pukul 23.00 dan
telah diakhiri dengan penyerahan cinderamata dari BNPT ke KBRI Riyadh dan
sebaliknya serta sesi foto bersama. (A2F).
=====
Sumber Link: :
0 komentar:
Post a Comment