Wednesday, 20 April 2016

Warga Negara Indonesia (WNI) Di Riyadh Ikuti Dialog Pencegahan Terorisme Di KBRI



 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan KBRI Riyadh, pada Selasa malam, 19 April 2016 telah menyelenggarakan acara "Dialog Pencegahan Paham Terorisme dan ISIS dengan WNI di Arab Saudi
" bertempat di aula serbaguna KBRI Riyadh
Acara dialog dihadiri oleh sekitar 100 WNI yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat Indonesia yang ada di Riyadh, mahasiswa dan pelajar serta pejabat dan staf KBRI Riyadh.
Wakil Kepala Perwakilan RI (Wakeppri) Riyadh, Sunarko dalam sambutan pembuka, pertama-tama menyampaikan ucapan terima kasih kepada hadirin dan sangat mengapresiasi penyelenggaraan acara dialog dimaksud.
"KBRI Riyadh mengapresiasi kehadiran para WNI dalam acara dialog ini, dan tentunya berterima kasih kepada BNPT yang setiap tahun hadir untuk memberikan pencerahan terkait perkembangan pencegahan terorisme yang selama ini dilakukan Pemerintah Indonesia, "kata Sunarko. 
Menurutnya, isu pencegahan terorisme sangat penting diketahui oleh WNI yang ada di Arab Saudi, karena akan sangat berbahaya jika terdapat WNI yang terpengaruh oleh paham-paham radikalisme yang mengarah kepada aksi terorisme.
Sunarko menegaskan bahwa pencegahan terorisme merupakan kewajiban dan tanggungjawab bersama. Karenanya KBRI bersama masyarakat Indonesia di Arab Saudi sebagai salah satu elemen bangsa, selalu siap untuk mendukung program-progam pencegahan terorisme yang digalakkan BNPT dan siap bersinergi dalam mencegah tumbuhnya benih-benih radikalisme di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di Riyadh.
Di akhir sambutannya, Sunarko meminta perwakilan masyarakat yang hadir untuk turut meneruskan pengetahuan yang mereka dapatkan dari acara dialog ini kepada rekan-rekan WNI lainnya yang belum memiliki kesempatan untuk hadir. 
Sementara itu, Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Abdul Rahman Kadir dalam sambutannya menyampaikan terima kasihnya kepada Dubes RI Riyadh dan jajaran yang telah menfasilitasi penyelenggaraan acara dialog.
Abdul Rahman menjelaskan, nanti dirinya akan menyampaikan presentasi secara umum tentang apa itu lembaga BNPT dan tugas pokok serta fungsinya.
Menurutnya, "jangankan di Riyadh Arab Saudi, di Indonesia saja masih banyak masyarakat yang belum mengenal apa itu BNPT."
Abdul Rahman melanjutkan bahwa setelah dirinya menyampaikan presentasi, penjelasan lebih detail tentang pencegahan terorisme dan program deradikalisasi akan disampaikan oleh pemateri lain, yaitu Brigjen Polisi H. Hamidin. (A2F).

WNI Di Riyadh Ikuti Dialog Pencegahan Terorisme (2)
Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Abdul Rahman Kadir dalam paparannya pada acara "Dialog Pencegahan Paham Terorisme dan ISIS dengan WNI di Arab Saudi" di KBRI Riyadh (19/4) mengatakan bahwa ancaman terorisme di Indonesia sampai saat ini masih ada dan harus diwaspadai bersama.
"Upaya pencegahan terorisme di Indonesia, selama ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan yang tidak mudah untuk di atasi. Salah satunya karena masih aktifnya jaringan Santoso dan terus menyebarnya paham radikalisme di berbagai daerah di Indonesia, serta masuknya pengaruh ISIS ke Indonesia dan pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi oleh kelompok-kelompok teroris, "jelas Abdul Rahman Kadir.
Menurutnya, perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi dimanfaatkan betul oleh kelompok teroris untuk menyebarkan paham-paham radikalisme yang mereka anut dengan berbagai content yang menarik dan tampilan yang canggih, sehingga banyak masyarakat terutama kalangan muda yang terpengaruh oleh ajakan mereka, dan salah satunya menumbuhkan apa yang disebut dengan self radicalization.
Upaya BNPT dalam menghadapi propaganda kelompok teroris misalnya dengan melakukan kontra narasi terhadap konten yang mereka tampilkan juga tidak selalu berhasil. Karenanya, BNPT sangat memerlukan dukungan masyarakat dari semua lapisan, terutama tokoh-tokoh agama dalam meluruskan paham-paham menyimpang yang dianut para pengikut kelompok teroris, selain dengan terus mengembangkan program deradikalisasi yang dijalankan BNPT bagi para mantan teroris dan mantan napi teroris.
Sementara itu, Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol. H. Hamidin dalam paparannya yang berjudul "Penyebaran Terorisme dan Paham ISIS dan Penanganannya di Indonesia", antara lain menjelaskan secara detail tentang bagaimana proses radikalisasi terjadi pada diri seorang teroris di Indonesia.
Disebutkan bahwa secara garis besar proses seseorang menjadi radikal melalui 4 (empat) tahapan yaitu pra radikalisasi, identifikasi, indoktrinisasi dan jihadisasi. Tahap pertama, antara lain terjadi karena dia mendapatkan pengajaran dan pemahaman yang salah atas penafsiran ajaran agama, baik yang didapatkan melalui seorang guru maupun belajar autodidak. Misalnya terkait dengan isu-isu penegakan syariah Islam, kondisi umat Islam di tingkat lokal dan global yang harus dibela hingga pengkafiran semua orang di luar kelompoknya,.
Selain itu, proses radikalisasi juga terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk bersikap radikal dalam menyikapi kondisi yang tidak sesuai dengan pandangan dan keinginannya.
Hamidin menjelaskan, "Diantara motif yang mendorong seseorang menjadi radikal antara lain dari sisi faktor internasional adalah: ketidakadilan global, politik luar negeri yang arogan, penjajahan (imperialism, neo-kolonialisme, neo-liberalism) dan lain-lain. Sementara dari faktor domestik: persepsi ketidakadilan, kesejahteraan, pendidikan, kekecewaan terhadap Pemerintah dan keinginan balas dendam. Disamping itu ada juga dari faktor kultural, antara lain karena dimotivasi oleh pemahaman agama yang dangkal dan penafsiran kitab suci yang sempit dan leksikal."
Hamidin lebih lanjut menjelaskan tentang peran media, baik media sosial maupun sosial media dalam proses radikalisasi. Menurutnya, media sekarang lebih banyak melakukan glorifikasi terhadap kejadian tertentu khususnya terkait terorisme, yang justru membuat sebagian orang untuk semakin tertarik bergabung dalam kelompok teroris.
Menurutnya, tantangan terorisme selalu ada dari jaman ke jaman dalam bentuk yang beragam dan ditangani dengan pendekatan yang beragam pula. Pada era reformasi, kejadian teror justeru semakin masif dan marak dan hal tersebut antara lain yang mendorong kelahiran BNPT untuk menyempurnakan pendekatan penindakan dengan pendekatan pencegahan, atau pendekatan lunak (deradikalisasi).
"Dalam penanggulangan terorisme, semua pendekatan harus diambil, baik itu melalui penindakan dan penguatan aturan hukum, maupun dengan cara-cara lunak atau deradikalisasi. Dalam proses deradikalisasi, Media memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat, "tegasnya sambil mengakhiri presentasinya.
Dalam sesi tanya jawab yang dibuka setelah presentasi, hadirin dengan antusias menanyakan berbagai hal terkait terorisme di Indonesia dan upaya pencegahannya. Diantara pertanyaan yang muncul adalah terkait PKI, dimana ditanyakan apakah PKI tidak termasuk kategori terorisme? Pertanyaan lain, apakah terorisme hanya identik dengan kelompok muslim?
Atas pertanyaan tersebut, pemateri telah menjelaskan bahwa isu komunisme bukan ranahnya BNPT. Sementara tentang kaitannya Islam dengan terorisme, ditegaskan bahwa terorisme tidak identik dengan Islam dan Islam sama sekali bukan agama pengusung kekerasan. Justeru Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam). Kelompok radikalis yang kebetulan beragama Islam dan melakukan aksi kekerasan, sesungguhnya mereka telah membajak ajaran Islam sesuai pemahaman mereka yang salah dan menyimpang, lalu mengklaim diri mereka sebagai representative Islam yang sesungguhnya, sementara ummat Islam di luar kelompok mereka adalah kafir. BNPT sendiri pernah menangani 15 orang pelaku teroris yang bukan beragama Islam. Dan bedanya dengan yang muslim, rata-rata teroris non muslim ketika melakukan teror tidak membawa nama agama.
Selain pertanyaan, hadirin juga ada yang memberikan sumbangsih saran yaitu terkait revisi UU Nomor 15 tahun 2003 yang masuk prolegnas, dimana disarankan agar pasal-pasal yang ada di dalamnya tidak melanggar HAM. Selain itu, disarankan juga agar program pencegahan terorisme dilakukan sejak dini mulai dari anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah setingkat SMA. BNPT juga disarankan agar meningkatkan kerja samanya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam memblock situs-situs penganjur paham radikalisme yang banyak tersebar di internet.
Acara Dialog yang dimulai sejak pukul 20.00 tersebut ditutup pada pukul 23.00 dan telah diakhiri dengan penyerahan cinderamata dari BNPT ke KBRI Riyadh dan sebaliknya serta sesi foto bersama. (A2F).

=====
Sumber Link: :

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © 2016 Forum Silaturrahim Warga Negara Indonesia Riyadh All Right Reserved