Penjelasan Tentang Ucapan 'Minal 'Aidin wal Faizin' Dan Jangan Ragu Ucapkan 'Minal 'Aidin wal Faizin'
Beredar
BC bertajuk 'Bagaimana Ucapan Idul Fitri yang Sesuai Sunnah?' Seingat
saya, jelang hari raya di tahun-tahun sebelumnya, BC tersebut juga tersebar.
Intinya,
tulisan itu 'mempermasalahkan' beberapa hal yang telah menjadi tradisi
kebiasaan umat Islam, khususnya di Indonesia.
Berikut
isi lengkap tulisan by no name yang menyebar via BB, WA, atau media sosial
lainnya:
Sehubungan
dengan akan datangnya Idul Fitri, sering kita dengar tersebar ucapan: “MOHON
MAAF LAHIR&BATHIN”.
Seolah-olah
saat Idul Fithri hanya khusus untuk minta maaf.
Sungguh
sebuah kekeliruan, karena Idhul Fithri bukanlah waktu khusus untuk saling maaf
memaafkan. Memaafkan bisa kapan saja tidak terpaku di hari Idul Fitri.
Demikian
Rasulullah mengajarkan kita. Tidak ada satu ayat Qur'an ataupun suatu Hadits
yang menunjukan keharusan mengucapkan “Mohon Maaf Lahir&Batin ”di saat-saat
Idul Fitri.
Satu
lagi, saat Idul Fithri, yakni mengucapan : "MINAL'AIDIN WAL FAIZIN".
Arti dari ucapan tersebut adalah: “Kita kembali&meraih kemenangan.”
KITA
MAU KEMBALI KEMANA? Apa pada ketaatan atau kemaksiatan? Meraih kemenangan?
Kemenangan apa? Apakah kita menang melawan bulan Ramadhan sehingga kita bisa
kembali berbuat keburukan?
Satu
hal lagi yang mesti dipahami, setiap kali ada yg ucapkan "Minal‘Aidin wal
Faizin” Lantas diikuti dengan kalimat "Mohon Maaf Lahir&Batin ”.
Karena
mungkin kita mengira artinya adalah kalimat selanjutnya. Ini sungguh KELIRU
luar biasa.
Coba
saja sampaikan kalimat itu pada saudara-saudara seiman kita di Pakistan, Turki,
Saudi Arabia atau negara-negara lain.. PASTI PADA BINGUNG!
Sebagaimana
diterangkan di atas, dari sisi makna kalimat ini keliru sehingga sudah
sepantasnya kita HINDARI.
Ucapan
yg lebih baik & dicontohkan langsung oleh para sahabat ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ , yaitu :
"TAQOBBALALLAHU
MINNA WA MINKUM" (Semoga Allah menerima amalku & amal kalian). Jadi
lebih baik, ucapan/SMS/BBM kita: Taqobbalallahu minna wa minkum. (Selesai)
TANGGAPAN
Riwayat 'Taqabbalallahu
Minna wa Minkum' dan Ihwal Ucapan Selainnya
Riwayat
yang menjelaskan ucapan 'Taqabbalallahu Minna wa Minkum' dituturkan oleh
Muhammad bin Ziyad. Ia menceritakan kejadian kala bersama Abu Umamah al-Bahili
dan lainnya dari sahabat Rasulullah SAW. Syahdan, sepulang dari Shalat Id,
mereka saling mengatakan,
تَقَبَّلَ
اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ
Imam
Ahmad menjelaskan, sanad hadits Abu Umamah ini Jayyid.
Ali
bin Tsabit berujar,
سألت مالك بن
أنس منذ خمس وثلاثين سنة وقال: لم يزل يعرف هذا بالمدينة.
"Aku
bertanya pada Malik bin Anas sejak 35 tahun. Dia menjawab, 'Hal (ucapan) ini
selalu ditradisikan di Madinah."
Dalam
Sunan al-Baihaqi disebutkan,
عَنْ خَالِدِ
بْنِ مَعْدَانَ قَالَ: لَقِيتُ وَاثِلَةَ بْنَ الأَسْقَعِ فِي يَوْمِ عِيدٍ
فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ تَقَبَّلَ اللَّهُ
مِنَّا وَمِنْكَ، قَالَ وَاثِلَةُ: لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ: تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ، فَقَالَ: نَعَمْ
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
Diriwayatkan
dari Khalid bin Ma'dan, ia berkata, "Aku bertemu Watsilah bin Asqa' pada
hari Raya. Aku katakan padanya: Taqabbalallahu minna wa minka. Watsilah
menanggapi, 'Aku pernah bertemu Rasulullah SAW pada hari raya, lantas aku
katakan 'Taqabbalallahu minna wa minka'. Beliau menjawab, 'Ya, Taqabbalallahu
minna wa minka."
Kedua
riwayat ini memberikan benang merah, ucapan 'Taqabbalallahu minna wa minka'
merupakan bacaan yang disyariatkan (masyru') dan hukum mengucapkannya sunnah.
Apakah
Ucapan Lain Tidak Boleh?
Ucapan
selamat atau tahniah atas datangnya momen tertentu bisa saja
merupakan tradisi atau adat. Sementara hukum asal suatu adat adalah boleh,
selagi tidak ada dalil tertentu yang mengubah dari hukum asli ini. Hal ini juga
merupakan madzhab Imam Ahmad. Mayoritas ulama menyatakan, ucapan selamat pada
hari raya hukumnya boleh (lihat: al-Adab al-Syar'iyah, jilid 3, hal. 219).
Al-Hafizh
Ibnu Hajar menjelaskan, ucapan selamat (tahniah) secara umum diperbolehkan,
karena adanya nikmat, atau terhindar dari suatu musibah, dianalogikan dengan
validitas sujud syukur dan ta'ziyah (lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah
al-Kuwaitiyah, jilid 14, hal 99-100).
Berdasarkan
keterangan di atas, maka setiap ucapan baik, apalagi merupakan doa, dalam momen
nikmat atau bahkan musibah, adalah sesuatu yang boleh, bahkan baik untuk
dilakukan. Dengan kalam lain, ucapan di Idul Fitri yang terbaik memang
'taqabbalallahu minna wa minkum'. Namun bukan berarti doa dan ucapan lain yang
baik itu tidak diperbolehkan.
Meluruskan
Makna Minal 'Aidin Wal Faizin
Minal
'Aidin wal Faizin dalam bahasa Indonesia berarti 'Semoga kita termasuk orang
yang kembali dan menuai kemenangan'.
Kita
yakin, orang yang mengucapkannya tidak akan memaknainya 'kembali pada
kemaksiatan pascaramadhan, meraih kemenangan atas bulan Ramadhan sehingga kita
bisa kembali berbuat keburukan'.
Pun,
jangan memaknai Minal 'Aidin Wal Faizin' dengan 'Mohon Maaf Lahir
Batin', hanya karena biasanya dua kalimat itu beriringan satu sama lain. Itu
sama saja dengan 'membahasa-Inggriskan' keset dengan welcome, dengan alasan
tulisan itu biasanya ada di keset.
Makna
popular kalimat tersebut adalah 'Ja'alanallahu wa iyyakum Minal 'Aidin ilal fithrah Wal Faizin bil jannah' (Semoga Allah menjadikan
kita semua sebagai orang yang kembali pada fitrah dan menuai kemenangan dengan
meraih surga).
Jadi
jangan khawatir. Maknanya bukan kembali ke perbuatan maksiat dan menang telah menaklukkan
Ramadhan. Tanda orang yang diterima ibadahnya, ia makin meningkatkan ketaatan
dan makin meninggalkan kemaksiatan (min 'alamati qabulit-tha'ah fa
innah tajurru ila tha'atin ukhra).
Apa
makna fitrah? Setidaknya ia memiliki dua makna: Islam dan kesucian.
Makna
pertama diisyaratkan oleh hadits (artinya): "Setiap anak dilahirkan dalam
keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia (sebagai/seperti)
Yahudi, Nasrani, atau Majusi."
Sisi
pengambilan kesimpulan hukum atau wajh al-istidlal-nya, Nabi telah menyebutkan
agama-agama besar kala itu, namun Nabi tidak menyebutkan Islam. Maka fitrah
diartikan sebagai Islam.
Dengan
ujaran lain, makna kembali ke fitrah adalah kembali ke Islam, kembali pada
ajaran, akhlak, dan keluhuran budaya Islam.
Makna
fitrah yang kedua adalah kesucian. Makna ini berdasarkan hadits Nabi (artinya), "Fitrah
itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis,
mencabut/menghilangkan bulu ketiak, dan memotong kuku." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Kelima
macam fitrah ini semuanya kembali pada praktik kebersihan dan kesucian. Dapat
disimpulkan kemudian bahwa makna fitrah adalah bersih dan suci.
Minal
'Aidin ilal fithrah, berarti kita
mengharap kembali menjadi orang bersih dan suci. Dengan keyakinan pada hadits
Nabi, orang yang shiyam dan qiyam (berpuasa dan menghidupkan malam) di bulan
Ramadhan, karena iman dan semata mencari ridha Allah, akan diampuni dosanya
yang telah lalu. Harapannya, semoga kita seperti bayi yang baru lahir dari
rahim ibu, bersih-suci dari salah dan dosa. Amin...
Sementara
panjatan doa "Semoga kita menuai kemenangan dengan meraih surga -
Wal Faizin bil jannah", sangat terkait dengan tujuan puasa Ramadhan
dan happy ending bagi orang yang berhasil membuktikan tujuan itu.
Dalam
al-Baqarah ayat 183 dijelaskan bahwa tujuan puasa Ramadhan adalah 'agar kalian
bertakwa (la'allakum tattaqun)'. Sedangkan Surat al-Hijr ayat 45 dan Ali Imran
ayat 133 menjelaskan, bagi orang bertakwa itu hadiahnya adalah surga.
Ringkasnya,
puasa berdampak takwa. Takwa berhadiah surga.
Hal
inilah yang menjadi harapan orang yang berpuasa Ramadhan. Ia ingin dijadikan
sebagai orang bertakwa dengan sebenarnya, dan mengharap menjadi salah satu
penghuni surga.
Itulah
makna kemenangan yang terucap dalam 'wal faizin' itu. Bukan kemenangan atas
Ramadhan, sehingga bebas melakukan keburukan karena merasa sudah 'menang'!
Minta
Maaf di Idul Fitri Keliru?
Orang
yang minta maaf di hari Raya, in syaa-Allah tidak meyakini minta maaf itu hanya
khusus di hari Raya. Ini adalah ikhtiar untuk kesempurnaan ibadah.
Islam
agama paripurna. Tidak sempurna iman seseorang sampai dua sisi tali hablun
minallah dan hablun minannas sama-sama dikuatkan. Dalam sekian hadits
dijelaskan misalnya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, 'hendaknya
dia menghormati tamunya', 'hendaknya dia mengatakan yang baik atau diam', dan
seterusnya.
Surat
al-Ma'un juga menjelaskan, pendusta hari pembalasan itu orang yang menolak anak
yatim dan tidak memperdulikan orang miskin. Shalat itu tanha 'anil fahsyaa-i
wal munkar. Zakat atau sedekah itu tuthahhiruhum wa tuzakkihim biha.
Dus,
dari sekian penjelasan baik dari al-Qur'an maupun Sunnah itu, akhirnya seorang
muslim sangat memahami, ada misi kebaikan secara vertikal dan horizontal. Siapa
yang mengaku bertauhid, harus baik pula dalam wilayah sosial. Kalau puasa
Ramadhan adalah hubungan baik secara vertikal, mengapa kemudian untuk minta
maaf pascaramadhan sebagai ranah sosial dilarang?
Wallahu
a'lam.
Akhirul
kalam.
Selamat
merayakan Idul Fitri.
Taqabbalallahu
minna wa minkum.
Minal
'aidin wal faizin.
Mohon
maaf lahir batin...
Oleh : Faris Khoirul Anam (Aswaja NU
Center PWNU Jawa Timur)
0 komentar:
Post a Comment